Sabtu, 18 September 2010

Menghindari Kecurangan Pendataan GTT

SEJAK dikeluarkannya edaran Menpan (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) tentang pendataan tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah pada akhir Juni lalu, ‘kartu’ GTT (guru tidak tetap) menjadi hidup lagi.
Bagaimana tidak, mereka yang umumnya sudah bertahun-tahun mengabdi itu selama ini tak kunjung mendapat kepastian tentang kejelasan status kepegawaiannya. Maka para GTT yang selama ini bak memegang kartu mati itu, kini bergairah lagi.
Edaran Menpan No 5/2010 itu sendiri memang tidak memberi kepastian atau jaminan pengangkatan menjadi CPNS, tetapi setidaknya memberi harapan yang lebih pasti. Bahwa mereka yang telah menjadi honorer dengan masa kerja minimal satu tahun pada 31 Desember 2005, bisa mengajukan diri dalam pendataan. Apabila dalam verifikasi berkasnya nanti dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat, mereka akan diangkat menjadi CPNS.
Dalam sebulan belakangan, banyak GTT yang kalang kabut menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan, terutama SK kontrak mereka lengkap dengan perpanjangan-perpanjangannya. Bukan hanya GTT, honorer-honorer di berbagai instansi pemerintah juga melakukan hal yang sama.
Yang menjadi titik rawan kemudian, adanya praktik ‘jalan pintas’ dari mereka yang sebenarnya kurang memenuhi persyaratan tetapi memaksakan namanya masuk dalam database kepegawaian. Celah ini muncul karena pihak pejabat yang berwenang di instansi/lembaga yang bersangkutan, memang memberi peluang untuk melakukan penyimpangan, atau lebih tepat lagi: kecurangan dalam proses pengajuan data kepegawaian.
Setidaknya ada dua modus yang biasanya dilakukan. Pertama, masa kerja honorer yang bersangkutan sebenarnya tidak memenuhi syarat alias masih honorer baru. Maka dibuatlah SK dadakan (fiktif) yang menunjukkan seolah-olah honorer tersebut sudah lama bekerja di satuan pendidikan atau instansi yang bersangkutan, lengkap dengan daftar penerimaan gaji dan daftar kehadiran (presensi). Kedua, benar bahwa honorer tersebut bekerjanya sudah sejak tahun yang lama, bahkan sangat lama, tapi dia tidak bekerja secara terus-menerus alias bolong-bolong. Maka dibuatlah SK-SK perpanjangan kontrak yang runtut dan tentu saja dilengkapi daftar terima gaji dan daftar hadir sang honorer.
Dalam kasus pendataan GTT, kita benar-benar tidak menginginkan kecurangan seperti ini terjadi. Sebab mereka adalah para pendidik yang mengemban tanggung jawab moral bagi anak-anak didiknya. Sungguh tidak pantas bila para penjaga gawang moralitas bangsa itu menghalalkan berbagai cara dalam proses pengangkatan kepegawaian mereka. Proses yang cacat tentu menjadi preseden buruk bagi penyelenggaraan pendidikan kita.
Dalam edisi 325 ini, KORAN PENDIDIKAN mengangkat isu proses pendataan GTT untuk diusulkan sebagai CPNS. Ada berbagai pernik yang menegaskan bahwa untuk bisa menjadi CPNS, sungguh para GTT harus melalui perjalanan panjang nan berliku. Selamat membaca. (*)

sumber :http://www.koranpendidikan.com/artikel/5769/menghindari-kecurangan-pendataan-gtt.html